
Siapa di sini yang dulu atau bahkan sampai sekarang masih merasa benci mati-matian sama pelajaran matematika? Angkat tangan! Tenang saja, kamu tidak sendirian. Banyak dari kita yang mungkin punya kenangan buruk dengan angka, rumus, atau soal-soal yang bikin kepala pusing tujuh keliling. Tapi bagaimana kalau ada seseorang yang dulunya juga benci banget matematika, tapi sekarang justru jadi salah satu matematikawan paling top di dunia, bahkan diganjar penghargaan setara “Nobel-nya Matematika”? Pasti penasaran, kan?
Kenalan yuk dengan June Huh, seorang profesor matematika yang kisah hidupnya bener-bener bikin kita mikir ulang tentang definisi “bakat” dan “passion”. Di tahun 2022 lalu, dunia dikejutkan dengan pengumuman bahwa June Huh adalah salah satu penerima Fields Medal, penghargaan tertinggi di dunia matematika yang hanya diberikan setiap empat tahun sekali kepada matematikawan di bawah usia 40 tahun. Ini setara dengan memenangkan medali emas Olimpiade, tapi untuk otak! Yang bikin lebih takjub, perjalanan June Huh menuju puncak ini sama sekali tidak linear, apalagi mulus.
Kisah Pembenci Matematika yang Ingin Jadi Penyair
Waktu kecil, June Huh bukanlah tipikal anak jenius matematika yang suka banget angka-angka. Justru sebaliknya, ia terang-terangan mengakui bahwa ia benci matematika. Bayangkan, seorang calon peraih Fields Medal malah nggak suka mata pelajaran yang jadi ladang utamanya! Ia lebih suka membaca puisi, menulis sajak, dan bermimpi menjadi seorang penyair. Bisa dibilang, June Huh adalah “anak sastra” sejati.
Bahkan ketika ia masuk Seoul National University (SNU), salah satu universitas top di Korea Selatan, jurusan yang ia pilih juga jauh dari matematika. Ia malah sempat putus kuliah, bekerja paruh waktu, dan fokus pada hasratnya menulis puisi. Matematika? Ah, itu cuma sekadar mata kuliah pelengkap yang harus ia ambil, dan ia mengerjakaya dengan terpaksa. Nggak ada tanda-tanda kalau ia akan jadi bintang di bidang tersebut.
Titik Balik yang Tak Terduga: Pertemuan dengan Sang Mentor
Nah, di sinilah keajaiban itu dimulai. Saat di SNU, June Huh mengambil mata kuliah geometri aljabar yang diajar oleh seorang profesor tamu legendaris dari Jepang, Heisuke Hironaka. Hironaka sendiri adalah peraih Fields Medal tahun 1970. Awalnya, June Huh hanya ingin mencari mata kuliah yang “agak santai” untuk melengkapi SKS-nya. Tapi, cara Hironaka mengajar benar-benar membuka matanya.
June Huh menyadari bahwa matematika yang ia pelajari selama ini hanyalah permukaan saja, penuh dengan hafalan dan aturan kaku. Hironaka menunjukkan kepadanya sisi lain matematika: sebuah eksplorasi yang mendalam, pencarian keindahan, dan sebuah seni untuk menemukan pola dan struktur tersembunyi. Matematika bukan cuma tentang menghitung, tapi tentang menemukan kebenaran. Pertemuan itu bagai petir di siang bolong, mengubah pandangan June Huh secara total.
June Huh kemudian menjadi asisten Hironaka, bahkan mengikuti sang profesor kembali ke Jepang. Ia mulai tenggelam dalam dunia matematika, bukan karena tuntutan, tapi karena rasa ingin tahu dan kegembiraan yang tulus. Ia melihat matematika sebagai sebuah teka-teki raksasa yang indah, menunggu untuk dipecahkan.
Dari Magang ke Puncak Dunia Matematika
Meski sudah menemukan passion-nya, jalan June Huh tidak lantas mulus. Ia sempat ditolak oleh banyak program PhD di Amerika Serikat karena rekam jejak akademiknya yang “kurang meyakinkan” di masa sarjana. Maklum, IPK-nya nggak begitu cemerlang karena terlalu fokus pada puisi daggak serius di matematika.
Namun, takdir berpihak padanya. Ia akhirnya diterima di University of Illinois at Urbana-Champaign, lalu pindah ke University of Michigan, di mana ia menunjukkan bakatnya yang luar biasa. Dengan bimbingan yang tepat dan semangat yang membara, June Huh mulai memecahkan masalah-masalah matematika yang selama ini dianggap sangat sulit. Kontribusinya dalam bidang kombinatorika, topologi geometris, dan geometri aljabar diakui secara luas. Ia berhasil menemukan koneksi yang tak terduga antara berbagai cabang matematika yang sebelumnya dianggap terpisah.
Puncaknya, pada tahun 2022, Fields Medal dianugerahkan kepadanya. Sebuah pengakuan yang membuktikan bahwa passion dan kegigihan bisa membawa seseorang melampaui segala ekspektasi, bahkan ekspektasi dirinya sendiri.
Pelajaran Berharga dari Kisah June Huh
Kisah June Huh ini bukan cuma tentang matematika, tapi tentang kehidupan. Ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik:
- Passion Bisa Ditemukan Kapan Saja: Tidak ada kata terlambat untuk menemukan atau bahkan mengubah passion kita. June Huh menemukan “cinta sejati”-nya pada matematika di usia yang relatif lebih “tua” dibandingkan matematikawan lain yang sudah jenius sejak kecil.
- Mentor Itu Penting: Pertemuan dengan Heisuke Hironaka adalah titik balik yang krusial. Seorang mentor yang tepat bisa membuka mata kita terhadap potensi yang tidak pernah kita sadari.
- Definisi Jenius Itu Luas: Kita sering menganggap jenius itu adalah orang yang pintar sejak lahir. June Huh menunjukkan bahwa “jenius” juga bisa berarti seseorang yang punya kegigihan luar biasa, rasa ingin tahu yang tak terbatas, dan kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
- Jangan Takut Mencoba Hal Baru: Andai saja June Huh tidak iseng mengambil kelas Hironaka, mungkin ia tidak akan pernah menemukan jalan hidupnya. Terkadang, kita harus keluar dari zona nyaman untuk menemukan hal-hal hebat.
- Kesulitan Adalah Bagian dari Proses: Ditolak oleh banyak universitas tidak membuat June Huh menyerah. Itu justru menjadikaya lebih kuat dan membuktikan tekadnya.
Kesimpulan
Kisah June Huh adalah pengingat yang indah bahwa jalan menuju kesuksesan tidak selalu lurus dan mudah ditebak. Seorang anak yang membenci matematika akhirnya menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh di bidang tersebut. Ini menunjukkan bahwa dengan semangat, bimbingan yang tepat, dan kemauan untuk terus belajar serta menjelajahi, kita semua punya potensi untuk mencapai hal-hal luar biasa, bahkan di bidang yang awalnya kita anggap mustahil. Jadi, buat kamu yang mungkin lagi struggling dengan passion atau merasa “tidak berbakat”, ingatlah kisah June Huh. Siapa tahu, bidang yang paling kamu benci hari ini, besok bisa jadi ladang kesuksesanmu!
